Jeritan Hati Pekerja Seks di Jepang yang Diburu Turis Korea Hingga Eropa
Jakarta – Fenomena meningkatnya jumlah wisatawan asing di Jepang setelah pandemi ternyata berdampak langsung pada dunia malam Tokyo. Di kawasan hiburan terkenal Kabukicho, Shinjuku, para pekerja seks komersial (PSK) kini semakin diburu oleh turis dari Korea Selatan, China, Amerika, hingga Eropa.
Ketimpangan Hukum dan Tekanan Ekonomi
Dikutip dari AFP pada Selasa (22/4/2025), para PSK di Tokyo beroperasi di sekitar Taman Okubo yang dikenal dekat dengan ikon Godzilla. Meski prostitusi tidak sepenuhnya dilarang di Jepang, hukum hanya memperbolehkan aktivitas tertentu seperti seks oral atau anal yang tidak melibatkan penetrasi vaginal. Jika aturan ini dilanggar, yang terancam hukuman justru para pekerja seks, bukan pelanggan.
Hal ini memunculkan ketimpangan yang dinilai merugikan perempuan lokal. “Saya lebih memilih klien asing karena mereka tidak menawar dan kecil kemungkinan mereka adalah polisi,” kata Ria (nama samaran), PSK yang kerap melayani wisatawan dari berbagai negara. Ria mengaku bekerja mandiri tanpa perantara dan biasanya membawa klien ke love hotel terdekat.
Tarif Murah, Hidup Kian Sulit
- Harga layanan berkisar antara 15.000–30.000 yen (Rp 1,7–3,5 juta).
- Banyak PSK menurunkan tarif karena daya beli pria Jepang menurun.
- Beberapa klien asing justru membayar lebih untuk layanan yang sama.
Azu (19 tahun), salah satu PSK muda, mengaku bisa mendapatkan 20.000 yen (sekitar Rp 2,4 juta) per jam jika menggunakan kondom. Namun, di balik itu, banyak perempuan muda yang terjerat industri seks karena tekanan ekonomi setelah pandemi COVID-19.
Eksploitasi dan Ancaman Kekerasan
Kepala organisasi nirlaba Rescue Hub, Arata Sakamoto, menyoroti bahwa banyak PSK menjadi korban eksploitasi digital dan kekerasan. “Sebagian direkam tanpa izin, tidak dibayar, bahkan mengalami kekerasan,” ujarnya. Menurutnya, peningkatan turis asing yang mencari seks di Jepang memperparah kondisi tersebut.
Konten viral di media sosial seperti TikTok dan Bilibili juga diduga ikut mendorong lonjakan wisatawan pemburu seks ke Jepang. Banyak video yang memperlihatkan sisi glamor dunia malam Tokyo, tanpa menampilkan realitas pahit para pekerja di baliknya.
Kampanye Wisata Aman dan Etis
Para aktivis hak perempuan menyerukan adanya kampanye wisata etis dan aman bagi wisatawan internasional. Edukasi di bandara, hotel, dan area wisata diharapkan dapat mencegah eksploitasi dan pelecehan terhadap pekerja seks. “Ketimpangan ini bisa ditekan jika hukum juga menindak pelanggan, bukan hanya PSK,” tegas Arata.
Sementara itu, Kepolisian Tokyo menyebut telah meningkatkan patroli di area hiburan malam sejak akhir tahun lalu. Namun, belum ada tanggapan resmi mengenai meningkatnya aktivitas PSK yang melayani wisatawan asing.
Harapan di Tengah Gelapnya Industri Seks
Para aktivis berharap wisatawan asing tidak menjadi bagian dari permintaan terhadap layanan seks komersial. “Ketika permintaan berhenti, perempuan tidak perlu lagi menjual tubuh mereka,” tutup Arata dengan nada penuh harap. Situasi di Jepang kini menjadi cermin betapa kompleksnya hubungan antara tekanan ekonomi, hukum, dan moralitas di era globalisasi.
